Dalam pandangan syariah, uang bukanlah merupakan suatu komoditas melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value).
Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang mengembangbiakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak.
Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar, baik secara langsung melalui transaksi seperti perdagangan, industry manufaktur, sewa-menyewa, dan lain-lain, atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan prinsip tersebut bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk:
a. Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
b. Partisipasi modal berbagi hasil atau berbagi resiko (non guaranteed account) untuk investasi umum (general investmen account / mudharabah mutlaqah) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
c. Investasi khusus (special investment account / mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi itu.
Dengan demikian, sumber dana bank syariah terdiri dari :
1. Modal Inti (core capital)
Modal inti adalah dana modal sendiri yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yaitu pemilik bank.
Pada umumnya dana modal inti terdiri :
a. Modal yang disetor oleh para pemegang saham; sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
b. Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian dikemudian hari.
c. Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dana modal lebih lanjut.
2. Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account)
Bank menghimpun dana berbagi hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahib al maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.
Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) sebelumnya. Kerugian financial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:
a. Rekening investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah.
b. Rekening investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui.
c. Rekening Tabungan Mudharabah, prinsip mudharabah juga digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan.
3. Dana Titipan (wadiah / non remunerated deposit)
Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan.
Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.
Menurut Zainul Arifin, dana titipan wadiah ini dikembangkan dalam bentuk rekening giro wadiah dan rekening tabungan wadiah.
Dengan penjelasan sebagai berikut :
Sumber dana bank syariah yang ketiga yaitu dana nasabah atau masyarakat, seperti:
a. Giro Wadiah
Wadiah adalah penempatan dana dalam bentuk giro tanpa mendapatkan imbalan, namun bank boleh memberi dalam bentuk bonus tanpa diperjanjikan dengan nasbah.
Giro wadiah (demand deposit) merupakan simpanan masyarakat baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing pada bank yang dalam transaksinya (penarikan dan penyetoran)dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah bayar yang lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
b. Tabungan wadiah (saving deposit)
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya.
Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, bank syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah.
Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut.
Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang tersebut.
Sumber:
1. Zainul Arifin. 2009. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Azkia Publisher.
2. Ikatan Bankir Indonesia. Memahami Bisnis Bank Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
3. Adiwarman A.Karim. 2009. Bank Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Comments
Post a Comment